Mengurus balita memang bukan hal yang mudah dan cenderung menjengkelkan.
Meskipun demikian, orangtua sebaiknya bersabar dan tidak mudah
terpancing emosinya. Sebab, balita cenderung menjadi mudah marah dan
rewel jika orangtuanya juga gampang marah dan bereaksi berlebihan
terhadap perilaku anak-anaknya.
Dalam sebuah penelitian, peneliti
melihat perilaku anak adopsi berusia 9 bulan, 18 bulan dan 27 bulan,
juga orang tua angkatnya dari 361 keluarga di 10 negara. Para peneliti
juga menganalisis data genetik anak-anak dan orang tua yang
melahirkannya.
Penelitian ini menemukan bahwa orang tua angkat
yang memiliki kecenderungan bereaksi berlebihan akan lebih cepat marah
saat balita membuat kesalahan. Anak-anak dari orang tua ini sering
berulah dan lebih sering marah dibandingkan anak-anak normal seusianya.
Anak-anak yang memiliki peningkatan emosi negatif terbesar saat bayi
hingga balita (usia 9 - 27 bulan) juga memiliki gangguan perilaku yang
paling besar pada usia 24 bulan.
"Ini menunjukkan bahwa emosi
negatif dapat terbentuk dengan sendirinya dan mempengaruhi perilaku
anak-anak di kemudian hari," kata peneliti, Shannon Lipscomb, asisten
profesor perkembangan manusia dan ilmu keluarga di Oregon State
University seperti dilansir HealthDay, Kamis (23/2/2012).
Para
peneliti juga menemukan bahwa faktor genetika ikut memainkan peran,
terutama pada anak yang mewarisi gen emosi negatif dari ibu yang
melahirkannya namun dibesarkan dalam lingkungan yang tidak memicu stres
atau keluarga yang kurang reaktif.
Menurut para peneliti, temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Development and Psychopathology ini membantu meningkatkan pemahaman mengenai hubungan yang kompleks antara genetika dan lingkungan rumah.
"Kemampuan
orang tua untuk mengatur diri sendiri, tetap sabar, percaya diri dan
tidak bereaksi berlebihan adalah cara yang paling penting untuk membantu
anak-anaknya mengubah perilaku. Orang tua harus memberi contoh sebagai
orang tua yang dapat menunjukkan emosi dan bereaksi terhadap
lingkungannya sendiri," kata Lipscomb.